Sabtu, 25 November 2017

ringkasan materi kuliah BK individu

A.       Pengerian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu agar ia dapat memahami dirinya dan dunianya sehingga dapat lebih baik lagi. Materi yang dibahas dalam bimbingan lebih bersifat umum dan dilakukan secara terus menerus, baik sebelum maupun sesudah dilakukan konseling. Konseling adalah suatu proses dimana konselor membantu konseli agar dapat memahami dan menafsirkan fakta-fakta yang berhubungan dengan pemilihan, perencanaan, dan penyesuaian diri sesuai dengan kebutuhan konseli. Materi yang dibahas dalam konseling bersifat khusus, rahasia, dan pribadi.
Bimbingan dan Konseling adalah proses bantuan oleh konselor terhadap individu agar dapat menyelesaikan masalahnya, meningkatkan kreativitasnya dan dapat memahami dirinya dan lingkungannya sehingga dapat menjadi individu yang lebih baik dalam menentukan pilihan, perencanaan, dan penyesuaian diri.
B.       Macam-macam Konseling
1.    Konseling individual
Ciri-ciri konseling ini adalah materi yang dibahas bersifat rahasia, pribadi, tertutup. Proses konseling individual dilakukan antar individu, yakni antara konselor dan konseli saja. Proses konseling individual adalah peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi peserta konseling (konselor dan konseli).
2.    Konseling kelompok
Ciri-ciri konseling kelompok adalah materinya bisa bersifat umum, bebas atau rahasia, terbuka atau tertutup. Konseling ini dilakukan secara berkelompok dengan peserta yang terbatas, seperti lima sampai delapan orang.
3.    Konseling klasikal
Ciri-ciri konseling klasikal sama dengan konseling kelomok. Proses konseling ini hampir sama dengan konseling kelompok, hanya saja konseling ini dikomando oleh satu konselor dan dilakukan di dalam kelas atau di dalam ruangan, misalnya proses konseling yang dilakukan seorang guru dengan murid satu kelas dan berada di dalam ruang kelas.
C.      Hubungan Konseling
1.    Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Hubungan Konseling
Hubungan konseling adalah hubungan atau pertolongan yang membantu, berupa aktivitas yang muncul ketika seorang konselor dan konseli melakukan pertemuan (aktivitas) untuk konseling, dengan tujuan yang dibantu atau dibimbing dapat menjadi individu yang tumbuh, berkembang, mandiri, dan sejahtera. Contohnya konselor dan konseli, guru pembimbing dan muridnya.
Hubungan konseling bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kematangan, memperbaiki fungsi, dan memperbaiki kehidupan. Hubungan konseling ini bersifat menghargai, terbuka, dan fungsional untuk menggali aspek-aspek terselubung, baik itu ide, sumber informasi dan pengalaman, emosional, maupun potensi secara umum.[1] Jadi, dalam hubungan konseling konselor tidak boleh mengeluh atas kelemahan, permasalahan, dan kesulitan konseli, tapi harus memulai dengan hal-hal yang membahagiakan konseli.[2]
2.    Karakteristik Hubungan Konseling
Dalam hubungan konseling antara konselor dan konseli terdapat katakteristiknya, yaitu:
a.    Hubungan konseling siatnya bermakna sehingga adanya harapan dan tujuan, baik itu bagi konselor maupun konseli.
b.    Bersifat afek, yaitu hubungan yang didorong oleh emosional sehingga hubungan yang dijalin dapat mengurangi tingat kecemasan dan ketakutan yang dirasakan konseli.
c.    Struktur, karena keterlibatan konselor dan konseli, perbedaan identitas konselor dan konseli, tugas konselor dan konseli, dan pola-pola responden stimulasi dalam hubungan konseling.
d.   Pertumbuhan dan perkembangan, yang dimaksudkan disini adalah pertumbuhan dan perkembangan cara berpikir konseli dalam mengentaskan masalahnya atau dalam meningkatkan kreativitasnya.
e.    Dorongan, yaitu perilaku atau tindakan yang dilakukan konselor agar konseli lebih mandiri dalam menjalani kehidupannya.
f.     Kejujuran, yaitu sifat yang harus timbul dalam diri konselor dalam memperbaiki diri konseli dan juga harus timbul dalam diri konseli dalam megungkapkan semua yang dirasakannya selama hal itu berhubungan dengan permasalahan.
g.    Kerjasama, yaitu hubungan konseling yang dilakukan secara bersama-sama sehingga dapat tercapainya tujuan konseling.
h.    Kebutuhan, yaitu konseli dengan sendirinya merasa membutuhkan konselor, yakni tidak ada unsur paksaan sama sekli sehingga konseli bisa lebih terbuka terhadap konselor.
3.    Karakteristik Konselor
a.    Beriman dan bertakwa
b.    Menyenangi manusia
c.    Sebagai komunikator yang terampil dan pendengar yang baik
d.   Memiliki ilmu tentang manusia, sosial, dan budaya
e.    Bersifat fleksibel, tenang, dan sabar
f.     Menguasai teknik keterampilan
g.    Memahami etika profesi
h.    Respek, jujur, asli, menghargai, tidak menilai
i.      Empati, memahami, menerima, hangat, bersahabat
j.      Fasilitator
k.    Emosi stabil, pikiran jernih, cepat, dan mampu
l.      Objektif, rasional, logis, konkret
m.  Konsisten dan bertanggung jawab
D.      Komunikasi Interpersonal
1.    Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan antar pribadi ( individu dengan individu lain) untuk saling bertukar gagasan, ide, ataupun pemikiran.
2.    Fungsi Komunikasi Interpersonal
a.    Mengenal diri sendiri dan orang lain
b.    Komunikasi antar pribadi memungkinkan kita untuk mengetahui lingkungan kita secara baik
c.    Menciptakan dan memelihara hubungan
d.   Mengubah sikap dan perilaku
3.    Prinsip Komunikasi Interpersonal
a.    Komunikasi interpersonal adalah suatu proses transaksional
b.    Komunikasi interpersonal memiliki tujuan
c.    Komunikasi interpersonal adalah ambigu
d.   Hubungan interpersonal dapat berbentuk simetris atau komplementer
E.       Keterampilan Komunikasi Konseling
Keterampilan komunikasi konseling adalah kemampuan memberikan informasi guna membantu konseli dalam memecahkan masalahnya atau mengembangkan/meningkatkan kemampuannya. Ada beberapa keterampilan komunikasi konseling, yaitu:
1.   Penghampiran/attending
2.   Empati
3.   Merangkum
4.    Bertanya
5.   Kejujuran
6.   Membuka percakapan
7.   Asertif, yaitu untuk menyatakan pikiran dan perasaan dengan jujur, sopan, dan menghargai hak asasi orang lain. Keterampilan ini dikembangkan melalui ungkapan verbal dan nonverbal
8.   Konfrontasi, yaitu cara konselor membetulkan titik perbedaan atau pertentangan dalam situasi tertentu.
F.       Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi secara lisan dan tulisan yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa tubuh yang meliputi gerak tubuh (isyarat tangan, gerakan kepala, dll), sikap tubuh, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak, dan sentuhan. Fungsi komunikasi nonverbal adalah:
1.    Mengulangi/repetisi perilaku verbal
2.    Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal
3.    Menggantikan atau subtitusi perilaku verbal
4.    Meregulasi perilaku verbal
5.    Membantah atau bertentangan (kontradiksi) dengan perilaku verbal
G.      Makna Kreativitas
1.   Pengertian
Kreativitas adalah proses ang ditentukan oleh konselor dalam melakukan wawancara konseling. Karena konselor yang efektif akan mempunyai kreativitas dan menghasilkan wawancara konseling yang baik dan dalam merespon konseli. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau proses timbulnya ide baru. Sementara itu, menurut Bapak Dr. Sofyan S. Willis dalam bukunya mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk memunculkan sesuatu yangbaru dalam kondisi  yang lama (mapan), bersifat sontan, dan kebiasaan untuk mencipta.[3]
2.   Ciri-ciri kreativitas
Ciri-ciri afektif:
-       Rasa ingin tahu
-       Bersifat imajinatif/fantasi
-       Merasa tertantang oleh kemajemukan
-       Berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan)
-       Memainkan peran yang aktif
-       Sifat menghargai
Ciri-ciri Kognitif:
-       Kemampuan berpikir lancar (fluency)
-       Kemampuan berpikir luwes atau fleksibel (flexibility)
-       Kemampuan berpikir orisinal (originality)
-       Kemampuan menilai (evaluation)
-       Kemampuan memperinci (elaboration)
3.    Tahapan Kreativitas
-       Persiapan
-       Inkubasi (penyimpan informasi yang ada
-       Pencerahan
-       Pelaksanaan/pembuktian
4.    Contoh kreativitas dalam konseling
-       Dalam berbicara menggunakan majas metafora (bahasa kiasan)
H.      Posisi Kreativitas dalam Proses Konseling
Dalam proses konseling, berpikir kreatif itu sangat penting, baik bagi konselor maupun bagi konseli, tapi posisi sebagai konselor hal ini lebih dituntut dibandingkan posisisebagai konseli. Konselor yang berpikir kreatif akan menjadi konselor yang efektif, yang tentunya itu tidak muncul dengan begitu saja. Kekreatifan yang memunculkan keefektifan ini didasari oleh pengalaman-pengalaman dan pembelajaran yang tidak sebentar.
Dalam proses konseling yang pertama dilakukan adalah konselor harus mendengarkan dan memperhatikan apa saja yang diungkapkan oleh konseli dengan keadaan sadar secara cermat dan tepat. Kemudian, dari informasi yang didapat dari konseli tersebut konselor dituntut untuk mengemukakan pengertian sederhana dari permasalahan dan memberikan solusi sederhana, membantu memutuskan tindakan yang tepat dilakukan bagi konseli, dan memunculkan alternatif interpretasi dari hasil yang mungkin terhadap perilaku yang diharapkan.
Tugas seorang konselor setelah itu adalah mengembangkan pemahaman baru konseli dengan berbagai skill, kualitas pribadi konselor, dimensi-dimensi wawasan, dan teori-teori konseling. Lalu membantu konseli menguji hal-hal yang disadari atau tak disadari dan membantu konseli untuk menampilkan respon-respon secara kreatif untuk kehidupannya, tapi ide dan respon konseli itu tergantung pada konselrnya. Semakin kreatif konselor, maka semakin baiklah ide-ide dan respon-respon konseli dalam mengatasi permasalahannya.[4]
Tahapan dalam proses konseling:
1.    Rapport, yaitu membangun hubungan saling percaya.
2.    Contrack
3.    Focus
4.    Funnel
5.    Penutupan

I.          Mengambil Keputusan
Biasanya konseli akan datang pada konselor karena mereka memiliki konflik yang menyelesaikannya mengalami hambatan dalam perilaku, pemikiran, dan perasaan. Bisa juga konseli datang untuk berkonsultasi menemukan cara terbaik dalam mengambangkan dirinya agar potensinya teraktuaktualisasi dan tidak mubazir. Permasalah konseli yang tidak terselesaikan ini akan menjadi tugas baru bagi konselor, yaitu konselor mestinya berupaya untuk membangkitkan alternatif, membantu konseli mengubah pola-pola lama yang tidak baik dengan memudahkan konseli dalam mengambil keputusan, dan menemukan cara yang mengarah pada pemecahan masalah konseli.
Dalam proses konseling terdapat tiga tahap, yaitu:
1.    Tahap awal, yaitu tahap mendefinisikan masalah. Pada tahap ini terdapat tiga fase, yaitu mendefinisikan masalah konseli atas bantuan konselor, mempertimbangkan alternatif definisi masalah, memilih definisi masalah yang terbaik sebagai hasil diskusi.
2.    Tahap tengah, atau tahap yaitu tahap kerja. Proses pada tahap ini adalah menentukan kerangka berpikir teoritis yang melandasi konselor dalam memahami konseli, melakukan pendekatan eklektik dengan kualitas pribadi dan teknik yang dimiliki konselor, memeriksa masalah dan mengembangkan cara-cara baru.
3.    Tahap akhir, yaitu tahap penentuan keputusan untuk bertindak. Tahap ini memiliki proses yaitu, konselor dan konseli menyusun solusi untuk pemecahan masalah, menguji solusi, menyusun rencana, dan mengakhiri sesi.


J.        Efektivitas Konselor dalam Wawancara Konseling
Proses konseling yang intensional dan efektif akan membantu konseli berkembang secara optimal. Sebaliknya, jika proses konseling tidak efektif dan kurang mendalam, maka sudah tentu tujuan konseling tidak akan tercapai dan bahkan dapat merusak konseli. Faktor yang bisa merusak konseli menurut Hadley dan Stupp (1976) adalah:
1.    Konselor terlalu dalam menggali konseli
2.    Konselor terlalu hati-hati dalam menggali konseli
3.    Aplikasi teknik
4.    Hubungan konseling
5.    Masalah komunikasi
6.    Fokus
7.    Kelemahan konselor
Konselor yang efektif mampu melihat keadaan konseli dan memilih teknik yang sesuai. Oleh karena itu, konselor perlu berkepribadian yang empati. Karena empati merupakan kunci penunjang dalam hubungan konseling yang berkualitas.
Menurut Carl Roger (1961), empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh konseli secara sadar. Dalam empati disini konselor harus bersikap apa adanya dan secara sadar, yaitu tidak dalam keadaan pengaruh sihir/hipnotis, mabuk, dan lain sebagainya. Adapun empati memiliki subkomponen, yaitu penghargaan positif, rasa hormat, kehangatan, kekonkritan, kesiapan dan kesegaran, konfrontasi, dan keaslian.


[1] Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Praktek (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 36.
[2] Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Praktek (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 39.
[3] Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Praktek (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 135.
[4] Sofyan S. Willis, Konseling Individual, Teori dan Praktek (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 136-137.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar